Rabu, 28 November 2012

Pulau Kabaena Rusak Akibat Penambangan Nikel


Ilustrasi : http://anakia.files.wordpress.com
Ilustrasi : http://anakia.files.wordpress.com
Pulau Kabaena di Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara kini tidak cantik lagi. Kawasan indah itu tercemar pertambangan nikel yang dilakukan PT Billy Indonesia dan PT Argomorini. Rencananya Pemerintah Provinsi (pemprov) akan mengevaluasi aktivitas itu. Tapi Syahrul, Koodinator Divisi Kampanye LSM Sagori, menuturkan rencana itu hanya gertak sambal saja.
Warga kini kesulitan sumber air bersih akibat pencemaran air. Sumber perekonomian warga pun terganggu, yang umumnya menjadi nelayan dan petani rumput laut. Kesulitan warga di kawasan seluas 467 kilometer persegi itu seakan lengkap. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bombana ternyata telah memberikan kuasa pertambangan ke 17 perusahaan, meskipun baru dua yang telah melakukan eksploitasi. Itu saja sudah merusak wajah pulau yang indah tersebut.
Syahrul menyampaikan kondisi warga di Pulau Kabaena itu saat berdiskusi dengan 89.2 FM Green Radio.
GR (Green Radio): Dampak paling parah akibat pertambangan nikel disana?
Sy (Syahrul): Perusahaan yang melakukan eksploitasi nikel disana ada dua, yaitu PT Billy Indonesia dan PT Argomorini. Keduanya memberikan dampak negatif bagi warga setempat. Petani rumput laut merasakan dampak dari aktivitas PT Billy. Petani rumput laut itu mengalami gagal panen. Sedangkan di area PT Argomorini, Nelayan yang merasakan dampaknya. Tempat memasang bubu di laut kini terganggu oleh lumpur hasil pengapalan. Sehingga mereka harus mencari ikan ke laut lebih jauh lagi.
GR: Apa yang dilakukan Sagori saat mendampingi warga?
Sy: Jarak pertambangan dan pemukiman warga itu sekitar 800 meter. Sehingga dapat memberikan dampak nyata ke warga. Nah, dampak itulah yang coba Sagori sampaikan. Selain itu melakukan pemutaran film terkait soal pencemaran juga pertambangan. Lalu berdiskusi dengan warga.
GR: Sagori pernah mendampingi warga bertemu Pemkab Bombana?
Sy: Bersama warga kelurahan Lambale, kami menuntut Pemkab Bombana dan perusahaan untuk menjamin keselamatan warga Dongkala dan Lambale. Hal itu ditegaskan bila warga terkena dampak akibat aktivitas pertambangan. Seperti bila hujan deras, daerah itu tidak akan menimbulkan banjir, hingga sumber mata air agar tidak rusak.
GR: Apa tanggapan pemerintah provinsi yang akan menyelidiki proses pertambangan disana?
Sy: Sejauh ini yang proaktif adalah Pemkab Bombana, karena memang bagian dari wilayahnya. Mereka mengatakan perusahan pertambangan itu sudah sesuai prosedur dan layak. Seperti sudah melakukan kajian analisa mengenai dampak lingkungan (amdal). Sedangkan Pemprov Sulawesi Tenggara merencanakan mengevaluasi semua perusahaan, ternyata hanya gertak sambal saja. Pemprov hanya mengejar pemasukan daerah agar bisa memenuhi janji politiknya ke warga. Seperti untuk bisa memberikan bantuan Rp 100 juta per desa, dan lainnya.
Sementara itu, Kontributor KBR68H Kiki Andipati berkesempatan mengunjungi Bukit Bumbutuweleh. Bukit yang kian gundul akibat penambangan nikel yang ada dalam kuasa pertambangan PT Billy Indonesia.
GR (Green Radio): Seperti apa kerusakannya?
KA (Kiki Andipati): PT Billy Indonesia menguasai Bukit Bumbutuweleh lebih dari 200 hektar. Bukit itu kini terlihat gundul. Sebelumnya warga memanfaatkan bukit itu untuk mengambil kayu, dan bercocok tanam.
GR: Kondisi warga setelah wilayahnya dieksploitasi?
KA: Ada beberapa warga di Desa Lambale yang berdekatan dengan lokasi eksploitasi PT Billy itu. Warga biasanya memanfaatkan sungai di dekat desa  untuk keperluan air bersih. Tapi sungai itu telah tercemar limbah yang datangnya dari aktivitas eksploitasi. Tidak hanya mencemari sungai Lambalit, limbah itu pun telah mencemari air laut. Sehingga warga yang juga nelayan itu harus semakin jauh untuk mencari ikan.
GR: Ada usaha rehabilitasi?
KA: Sejauh ini belum ada. Pengakuan PT Billy bahwa mereka telah berusaha untuk meminimalisir terjadinya erosi dengan membangun check-dam. Tapi, saat saya menaiki bukit itu, tidak ditemukan satupun bangunan dam. Akibatnya dampak eksploitasi itu langsung menerjang ke sungai lambalit, sebagai sumber air bagi warga setempat. Perusahaan itu pun mengaku akan melakukan reklamasi menanam pepohonan.
GR: Dampak apa yang paling parah yang dirasakan warga?
KA: Dampak langsung adalah ke petani rumput laut. Mereka yang biasanya  memanen satu bulan satu kali, kini terganggu jadwal rutin panennya. Airnya di kawasan pertanian itu berwarna coklat akibat limbah buangan nikel itu. Sehingga membuat kualitas rumput laut menjadi rusak, dan menyebabkan gagal panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar